BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kerajaan - kerajaan di
Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan menjadi bentuk-bentuk
kesatuan besar. Perkembangan dan pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari
keberadaan kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti Hindu, Budha, dan Islam.
Keberadaan kerajaan-kerajaan tersebut telah mewarnai sejarah kerajaan di
Indonesia. Kerajaan-kerajaan di Indonesia sangat banyak memberikan pengaruh
terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pada zaman kerajaan berkembang
Agama Hindulah yang pertama masuk ke Indonesia dengan diperkirakan pada awal Tarikh
Masehi dan terus berkembang sampai kerajaan-kerajaan Islam bermunculan.
Sedangkan kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung
antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan
tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan
pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan
tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Kerajaan Tarumanegara
2. Kerajaan Holing
3. Kerajaan Sriwijaya
C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk membantu
mempermudah pembelajaran, serta melengkapi proses belajar siswa dan siswi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KERAJAAN TARUMANEGARA
SEJARAH BERDIRINYA
KERAJAAN TARUMANEGARA
Kerajaan Terumanegara dibangun oleh raja
Jayasinghawarman ketika memimpin pelarian keluarga kerajaan dan berhasil
meloloskan diri dari musuh yang terus menerus menyerang kerajaan Salakanagara.
Di pengasingan, tahun 358
M, Jayasinghawarman mendirikan kerajaan baru di tepi Sungai Citarum, di
Kabupaten Lebak Banten dan diberi nama Tarumanegara. Nama Tarumanegara diambil
dari nama tanaman yang bernama tarum, yaitu tanaman yang dipakai untuk ramuan
pewarna benang tenunan dan pengawet kain yang banyak sekali terdapat di tempat
ini. Tanaman tarum tumbuh di sekitar Sungai Citarum. Selain untuk pengawet
kain, tanaman ini merupakan komoditas ekspor dan merupakan devisa pemasukan
terbesar bagi Kerajaan Tarumanegara.
Raja Jayasinghawarman
berkuasa dari tahun 358-382 M. Setelah raja mencapai usia lanjut, raja
mengundurkan diri untuk menjalani kehidupan kepanditaan. Sebagai pertapa,
Jayasinghawarman bergelar Rajaresi. Nama dan gelar raja menjadi Maharesi
Rajadiraja Guru Jayasinghawarman.
Kerajaan Tarumanegara
banyak meninggalkan Prasasti , sayangnya tidak satupun yang memakai angka
tahun. Untuk memastikan kapan Tarumanegara berdiri terpaksa para ahli berusaha
mencari sumber lain. Dan usahanya tidak sia-sia. Setelahnya ke Cina untuk
mempelajari hubungan Cina dengan Indonesia dimasa lampau mereka menemukan
naskah-naskah hubungan kerajaan Indonesia dengan kerajaan Cina menyebutnya
Tolomo. Menurut catatan tersebut, kerajan Tolomo mengirimkan utusan ke Cina
pada tahun 528 M, 538 M, 665 M, 666M. sehingga dapat disimpulkan Tarumanegara
berdiri sejak sekitar abad ke V dan ke VI.
Masa kejayaan
Tarumanegara diperkirakan berada pada tahun 395-434, saat diperintah oleh
Purnawarman. Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397. Ibukota ini
letaknya lebih dekat ke pantai dan terkenal dengan nama Sundapura.
Di bawah kekuasaan
Purnawarman terdapat 48 kerajaan daerah di bawah Tarumanegara. Wilayahnya
terletak mulai dari sekitar Pandeglang (Rajatapura ) hingga Purwalingga
(diduga inilah asal usul nama kota Purbalingga) di Jawa Tengah. Secara umum
wilayah kekuasaan meliputi hampir seluruh Jawa Barat; dari Banten, Jakarta,
Bogor dan Cirebon
Pada masa Suryawarman
berkuasa lebih banyak lagi kerajaan daerah yang dibangun. Pada tahun 526
misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan Kendan, yang
terletak di kawasan Nagreg, wilayah perbatasan Bandung-Garut sekarang. Lalu
pada masa Kertawarman (561-628) berdiri pula Kerajaan Galuh.
LETAK DAN WILAYAH KEKUASAAN
Dari sumber – sumber di
atas dapat disimpulkan bahwa Tarumanegara terletak di Jawa Barat.
Pusatnya belum dapat dipastikan, namun para ahli menduga kali Chandabagha
adalah kali Bekasi, kira – kira anatar sungai Citarum dan sungai Cisadane.
Adapun wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanegara meliputi daerah Banten, Jakarta,
sampai perbatasan Cirebon.
Raja-raja Tarumanagara
menurut Naskah Wangsakerta (Naskah Wangsakerta adalah istilah yang merujuk pada
sekumpulan naskah yang disusun oleh Pangeran Wangsakerta secara pribadi atau
oleh "Panitia Wangsakerta".)
Raja-raja Tarumanegara
No Raja Masa
pemerintahan
1 Jayasingawarman 358-382
2 Dharmayawarman 382-395
3 Purnawarman 395-434
4 Wisnuwarman 434-455
5 Indrawarman 455-515
6 Candrawarman 515-535
7 Suryawarman 535-561
8 Kertawarman 561-628
9 Sudhawarman 628-639
10 Hariwangsawarman 639-640
11 Nagajayawarman 640-666
12 Linggawarman 666-669
KERUNTUHAN KERAJAAN
TARUMANEGARA
Pada tahun 669,
Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa.
Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih
menjadi istri Tarusbawa dari Kerajaan Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana
menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara
otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri
sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara
berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa. Ia memilih mengembangkan
Kerajaan Sunda yang sebelumnya merupakan kerajaan daerah yang berada dalam
kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Kerajaan Sunda ini,
kerajaan lain bernama Kerajaan Galuh memutuskan untuk berpisah dari Kerajaan
Sunda. Akhirnya wilayah bekas Kerajaan Tarumanegara dibagi menjadi dua,
sehingga kekuatan kerajaan Tarumanagara menjadi lemah.
Tahun 686 Kerajaan
Tarumanegara runtuh ditaklukan Dapunta Hyang Salendra, yaitu raja Sriwijaya
dari Kedah. Dalam prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di dekat Palembang
mempunyai angka tahun 605 Caka atau sama dengan 683 Masehi, menerangkan tentang
perjalanan penjelajahan Raja Dapunta Hyang Cri Jayanaca. Raja berangkat dari
Minangatamwan dengan armada berkekuatan 20.000 tentara dan menaklukan beberapa
daerah sehingga menjadikan Palembang sebagai Bandar pelabuhan terbesar di
Sumatra (Suwarna Dwipa). Dalam sejarah, Palembang menjadi tempat penting untuk
pusat ziarah umat beragama Buddha Mahayana. Karena kejayaan Kerajaan Sriwijaya
pada tahun 670 M dan didirikannya Bandar pelabuhan Palembang, maka kekuatan
armada laut semakin kuat dan bertambah besar sehingga dengan mudah memperluas
kekuasaannya di Tanah Jawa termasuk Kerajaan Tarumanegara.
B. KERAJAAN HOLING
KERAJAAN HOLING / KALINGGA
Kalingga atau Ho-ling
(sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa
Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas,
kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten
Pekalongan dan Kabupaten
Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur,
kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan
naskah Carita
Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara
singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah
ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah
diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki
peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
KERAJAAN HOLING
(KALINGGA)
(Abad ke 6 – abad ke 7)
Ibukota : Tidak jelas, diduga antara Pekalongan atau Keling Jepara
Bahasa : Melayu Kuno, Sanskerta
Agama : Hindu dan Buddha
Pemerintahan : Kerajaan
Raja / Ratu : Ratu Shima
Kisah lokal
Terdapat kisah yang berkembang di Jawa
Tengah utara mengenai seorang Maharani legendaris yang menjunjung tinggi
prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang bulu. Kisah legenda
ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku
jujur dan menindak keras kejahatan pencurian.
Ia menerapkan hukuman yang keras yaitu
pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri. Pada suatu ketika seorang raja
dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat kerajaan Kalingga
yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan sekantung
uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada sorang pun rakyat Kalingga
yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga tiga
tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu
Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya. Dewan
menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang
pangeranlah yang menyentuh barang yang bukan miliknya, maka sang pangeran
dijatuhi hukuman dipotong kakinya.
Carita
Parahyangan
Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Maharani Shima,
Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari
Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha
yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang
bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima meninggal di tahun
732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara
yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan
Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.
Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling
(atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat
dari prasasti dan catatan dari negeri Cina.
Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian
jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya.
Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan
Sriwijaya-Buddha.
Berita China
Berita
keberadaan Ho-ling juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari zaman Dinasti Tang dan catatan I-Tsing.
Catatan dari
zaman Dinasti Tang
Cerita
Cina
pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memberikan tentang keterangan Ho-ling
sebagai berikut.
- Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
- Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
- Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
- Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa
- Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
Catatan dari berita Cina ini juga
menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat
Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima).
Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa
pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan tentram.
Catatan I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M)
menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah
Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama
Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab
agama Buddha ke dalam Bahasa Cina. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat
cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita
Nirwana dalam agama Buddha Hinayana.
Kehidupan Ekonominya
Perdagangan dan pelayaran
karena letak kerajaan di semenanjung melayu. Jadi perdagangan sangat lah lancar
dan terkendali selain Ratu Shima yang sangat lah disiplin dan berwibawa
perekonomiannya juga perjualan dengan lancar begitu juga dengan pelayarannya selain
perdagangannya yang amat maju juga pelayaran disana sebagai alat transportasi
yang mudah juga cepat. Hal ini yang mendukung perkembangannya ekonomi di
kerjaan Holing. Selain perekonomian yang maju dan trnsportasi yang medukung dan
pusat pedangan dan pusat transaksi perdagangan mereka ada dipasar itu adalah
jantung perdagangan utama di kerajaan holing sejak pemimpin kerajaan Ratu Shima
perdagangan , transportasi dan pemerintahan yang bagus itu mengakibatkan
terjadinya hubungan perdagangan antar negara lain. Hal ini membuktikan bahwa
perkembangan kerajaan Holing sangat amat berkembang dengan pesat.
Kehidupan Sosial
Karena Ratu Shima yang sangat
keras ia langsung sekaligus membanggun lembaga masyarakat yang sudah jelas
fungsi dan tugasnya Ratu Shima mendirikan lembaga masyarakat ini untuk membantu
dirinnya dalam mengatasi rakyatnya selain. Lembaga yang sudah terbentuk Ratu
Shima yang sudah memberlakukan sistem perundang-undangan. Beliau telah membuat
dan menyusun perundang-undang yang sempurna dengan dibantu lembaga masyarakat
hadirnya sistem perundang-undangnya tersebut berjalan dengan baik.
Kebudayaan
keagamaannya
Kebudayaan agamanya mayoritas
masyarakat Ratu Shima memeluk agama Buddha karena agama Buddha pertama kali
masuk di Indonesia jadi agama itulah yang di anut oleh Ratu Shima dan para
masyarakatnya.
Kehidupan Budayanya
Mayoritas masyarakatnya memeluk
agama Buddha begitu juga dengan kebudayaanya banyak di pengaruhi oleh budaya
India. Selain agamanya Buddha kebudayaanya yang lekat dan kental banyak
tercampur dan terpengaruh dengan
kebudayaan orang India hal ini juga berpengaruh pada Ratu Shima. Ratu
Shima juga menerima dengan baik kebudayaan India masuk di kerajaan Holing.
C. KERAJAAN
SRIWIJAYA
Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Dalam bahasa Sansekertasri berarti “bercahaya”
danwijaya berarti “kemenangan”. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini
berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok I-tsing menulis bahwa ia
mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7 yaitu Prasasti Kedukan Bukit di
Palembang bertarikh 682.
Sriwijaya (Srivijaya) adl kerajaan maritim yg
kuat di pulau Sumatera dan berpengaruh di Nusantara daerah kekuasaan Sriwijaya
meliputi Kamboja Thailand Semenanjung Malaya Sumatera Jawa Kalimantan dan
Sulawesi.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah
bawahan mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangandiantara serangan dari
raja Dharmawangsa dari Jawa ditahun 990 dan tahun 1025 serangan Rajendra
Coladewa dari Koromandel selanjut tahun 1183 Sriwijaya dibawah kendali kerajaan
Dharmasraya. Dan di akhir masa kerajaan ini takluk di bawah kerajaan
Majapahit.
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal
dan kerajaan besar Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20
kedua kerajaan tersebut menjadi referensi olehkaum nasionalis utk menunjukkan
bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.
Sriwijaya disebut dgn berbagai macam nama. Orang
Tionghoa menyebut Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa
Sansekerta dan Pali kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa
Arab menyebut Zabaj dan Khmer menyebut Malayu.Sementara dari peta Ptolemaeus
ditemukan keterangan tentang ada 3 pulau Sabadeibei yg berkaitan dgn Sriwijaya.
Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi tahun
1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française
d’Extrême-Orient. Sekitar tahun 1992 hingga 1993 Pierre-Yves Manguin
membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang
dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan Indonesia). Namun
Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak di provinsi Jambi sekarang
yaitu pada kawasan sehiliran Batang Hari antara Muara Sabak sampai ke Muara
Tembesi.
Pembentukan dan Pertumbuhan Kerajaaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan
merupakan negara maritim. Negara ini tak memperluas kekuasaan diluar wilayah
kepulauan Asia Tenggara dgn pengecualian berkontribusi utk populasi Madagaskar
sejauh 3.300 mil di barat. Sekitar tahun 500 akar Sriwijaya mulai berkembang di
wilayah sekitar Palembang Sumatera. Kerajaan ini terdiri atas tiga zona utama
daerah ibukota muara yg berpusatkan Palembang lembah Sungai Musi yg berfungsi
sebagai daerah pendukung dan daerah-daerah muara saingan yg mampu menjadi pusat
kekuasan saingan. Wilayah hulu sungai Musi kaya akan berbagai komoditas yg
berharga utk pedagang Tiongkok Ibukota diperintah secara langsung oleh penguasa
sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh datu setempat.
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung
Malaya menjadikan Sriwijaya mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia
Tenggara. Berdasarkan observasi ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di
Thailand dan Kamboja. Di abad ke-7 pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina
mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut
Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di
Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong di awal abad ke-8 berada di
bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasi atas Kamboja sampai raja
Khmer Jayawarman II pendiri imperium Khmer memutuskan hubungan dgn kerajaan di
abad yg sama.
DariPrasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di
bawah kepemimpinan Dapunta Hyang Jayanasa Kerajaan Minanga takluk di bawah
imperium Sriwijaya. Penguasaan atas Malayu yg kaya emas telah meningkatkan
prestise kerajaan.
BerdasarkanPrasasti Kota Kapur yg yg berangka
tahun 682 dan ditemukan di pulau Bangka Pada akhir abad ke-7 kemaharajaan ini
telah menguasai bagian selatan Sumatera pulau Bangka dan Belitung hingga
Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Jayanasa telah melancarkan
ekspedisi militer utk menghukum Bhumi Jawa yg tak berbakti kepada Sriwijaya
peristiwa ini bersamaan dgn runtuh Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing
(Kalingga) di Jawa Tengah yg kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya.
Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat
Malaka Selat Sunda Laut China Selatan Laut Jawa dan Selat Karimata.
Abad ke-7 orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat
dua kerajaan di Sumatera yaitu Malayu dan Kedah dan tiga kerajaan di Jawa
menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di
Jawa antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Menurut catatan pada masa ini pula wangsa Melayu-Budha Sailendra bermigrasi ke
Jawa Tengah dan berkuasa disana. Di abad ini pula Langkasuka di semenanjung
Melayu menjadi bagian kerajaan. Di masa berikut Pan Pan dan Trambralinga yg
terletak di sebelah utara Langkasuka juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Di abad ke-9 wilayah kemaharajaan Sriwijaya meliputi Sumatera Sri Lanka
Semenanjung Malaya Jawa Barat Sulawesi Maluku Kalimantan dan Filipina. Dengan
penguasaan tersebut kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yg hebat hingga
abad ke-13.
Setelah Dharmasetu Samaratungga menjadi penerus
kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yg
ekspansionis Samaratungga tak melakukan ekspansi militer tetapi lbh memilih utk
memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinan ia membangun
candi Borobudur di Jawa Tengah yg selesai pada tahun 825.
Budha Vajrayana di Kerajaan Sriwijaya
Sebagaipusat pengajaran Budha Vajrayana Sriwijaya
menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain
pendeta dari Tiongkok I-tsing yg melakukan kunjungan ke Sumatera dalam
perjalanan studi di Universitas Nalanda India pada tahun 671 dan 695 serta di
abad ke-11 Atisha seorang sarjana Budha asal Benggala yg berperan dalam
mengembangkan Budha Vajrayana di Tibet. I-tsing melaporkan bahwa Sriwijaya
menjadi rumah bagi ribuan sarjana Budha sehingga menjadi pusat pembelajaran
agama Buddha. Pengunjung yg datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas
telah digunakan di pesisir kerajaan. Ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan
Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.
Relasi Kerajaan Sriwijaya dgn Kekuatan Regional
Dari catatan sejarah danbukti arkeologi
dinyatakan bahwa pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir
seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara antara lain Sumatera Jawa Semenanjung
Malaya Kamboja dan Vietnam Selatan . Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda
menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan
lokal yg mengenakan biaya atas tiap kapal yg lewat. Sriwijaya mengakumulasi
kekayaan sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yg melayani pasar Tiongkok
dan India.
Pada masa awalKerajaan Khmer juga menjadi daerah
jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya di propinsi Surat
Thani Thailand Selatan sebagai ibu kota terakhir kerajaan tersebut pengaruh
Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yg bergaya Sriwijaya. Setelah
kejatuhan Sriwijaya Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya
Thatong (Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.
Sriwijaya juga berhubungan dekat dgn kerajaan
Pala di Benggala dan sebuah prasasti berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputra
mendedikasikan seorang biara kepada Universitas Nalada Pala. Relasi dgn dinasti
Chola di India selatan cukup baik dan kemudian menjadi buruk setelah Rajendra
Coladewa naik tahta dan melakukan penyerangan di abad ke-11.
Minanga merupakan kekuatan pertama yg menjadi
pesaing Sriwijaya yg akhir dapat ditaklukkan pada abad ke-7. Kerajaan Melayu
ini memiliki pertambangan emas sebagai sumber ekonomi dan kata Swarnnadwipa
(pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Dan kemudian Kedah juga takluk dan
menjadi daerah bawahan.
Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Pada paruh pertama abad ke-10 diantara kejatuhan
dinasti Tang dan naik dinasti Song perdagangan dgn luar negeri cukup marak
terutama Fujian kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong kerajaan Nan Han. Tak
diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada
tahun 903 penulis Muslim Ibnu Batutah sangat terkesan dgn kemakmuran Sriwijaya.
Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khusus Bukit Seguntang) Muara Jambi
dan Kedah. Di tahun 902 Sriwijaya mengirimkan upeti ke China. Dua tahun
kemudian raja terakhir dinasti Tang menganugerahkan gelar kepada utusan
Sriwijaya. Dari literatur Tiongkok utusan itu mempunyai nama Arab hal ini
memberikan informasi bahwa pada masa-masa itu Sriwijaya sudah berhubungan dgn
Arab yg memungkinkan Sriwijaya sudah masuk pengaruh Islam di dalam kerajaan.
Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Rajendra Coladewa pada tahun 1025 raja Chola dari
Koromandel India selatan menaklukkan Kedah dan merampas dari Sriwijaya.
Kemudian Kerajaan Chola meneruskan penyerangan dan berhasil penaklukan Sriwijaya
selama beberapa dekade berikut keseluruh imperium Sriwijaya berada dalam
pengaruh Rajendra Coladewa. Meskipun demikian Rajendra Coladewa tetap
memberikan peluang kepada raja-raja yg ditaklukan utk tetap berkuasa selama
tetap tunduk kepadanya. Setelah invasi tersebut akhir mengakibatkan melemah
hegemoni Sriwijaya dan kemudian beberapa daerah bawahan membentuk kerajaan
sendiri dan kemudian muncul Kerajaan Dharmasraya sebagai kekuatan baru dan
kemudian mencaplok kawasan semenanjung malaya dan sumatera termasuk Sriwijaya
itu sendiri.
Istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1225 tak
lagi identik dgn Sriwijaya melainkan telah identik dgn Dharmasraya dimana pusat
pemerintahan dari San-fo-tsi telah berpindah jadi dari daftar 15 negeri bawahan
San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan kerajaan Dharmasraya yg sebelum
merupakan daerah bawahan dari Sriwijaya dan berbalik menguasai Sriwijaya
beserta daerah jajahan lainnya.
Antara tahun 1079 - 1088 kronik Tionghoa masih mencatat bahwaSan-fo-ts’i masih mengirimkan utusan dari Jambi dan Palembang. Dalam berita Cina yg berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada tahun 1082 mengirim utusan dimana pada masa itu Cina di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi yg merupakan surat dari putri raja yg diserahi urusan negara San-fo-tsi serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan rumbia dan 13 potong pakaian. Dan kemudian dilanjutkan dgn pengiriman utusan selanjut di tahun 1088.
Antara tahun 1079 - 1088 kronik Tionghoa masih mencatat bahwaSan-fo-ts’i masih mengirimkan utusan dari Jambi dan Palembang. Dalam berita Cina yg berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada tahun 1082 mengirim utusan dimana pada masa itu Cina di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi yg merupakan surat dari putri raja yg diserahi urusan negara San-fo-tsi serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan rumbia dan 13 potong pakaian. Dan kemudian dilanjutkan dgn pengiriman utusan selanjut di tahun 1088.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi
yg ditulis pada tahun 1178 Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia
Tenggara terdapat dua kerajaan yg sangat kuat dan kaya yakni San-fo-ts’i dan
Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyat memeluk agama Budha dan Hindu
sedangkan rakyat San-fo-ts’i memeluk Budha dan memiliki 15 daerah bawahan yg
meliputi; Pong-fong (Pahang) Tong-ya-nong (Terengganu) Ling-ya-si-kia
(Langkasuka) Kilantan (Kelantan) Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah
Terengganu sekarang) Ji-lo-t’ing (Cherating pantai timur semenanjung malaya)
Ts’ien-mai (Semawe pantai timur semenanjung malaya) Pa-t’a (Sungai Paka pantai
timur semenanjung malaya) Tan-ma-ling (Tambralingga Ligor selatan Thailand)
Kia-lo-hi (Grahi Chaiya sekarang selatan Thailand) Pa-lin-fong (Palembang)
Kien-pi (Jambi) Sin-t’o (Sunda) Lan-wu-li (Lamuri di Aceh) and Si-lan
(Kamboja).
DalamKidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan
juga disebut ‘Arya Damar’ sebagai bupati Palembang yg berjasa membantu Gajah
Mada dalam menaklukkan Bali pada tahun 1343 Prof. C.C. Berg menganggap identik
dgn Adityawarman. Dan kemudian pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan
diri menjadi raja di Malayapura sesuai dgn manuskrip yg terdapat pada bagian
belakang Arca Amoghapasa. Kemudian dari Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah yg
kemungkinan ditulis sebelum pada tahun 1377 juga terdapat kata-kata bumi
palimbang.
Pada tahun 1275 Singhasari penerus kerajaan
Kediri di Jawa melakukan suatu ekspedisi dalam Pararaton disebut semacam
ekspansi dan menaklukan bhumi malayu yg dikenal dgn nama Ekspedisi Pamalayu yg
kemudian Kertanagara raja Singhasari menghadiahkan Arca Amoghapasa kepada
Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa raja Melayu di Dharmasraya seperti yg
tersebut dalam Prasasti Padang Roco. Dan selanjut pada tahun 1293 muncul
Majapahit sebagai pengganti Singhasari dan setelah Ratu Tribhuwana
Wijayatunggadewi naik tahta memberikan tanggung jawab kepada Adityawarman
seorang peranakan Melayu dan Jawa utk kembali menaklukkan Swarnnabhumi pada
tahun 1339. Dan dimasa itu nama Sriwijaya sudah tak ada disebut lagi tapi telah
diganti dgn nama Palembang hal ini sesuai dgn Nagarakretagama yg menguraikan
tentang daerah jajahan Majapahit.
Perdagangan Kerjaaan Sriwijaya
Dalam perdagangan Sriwijaya menjadi pengendali jalur
perdagangan antara India dan Tiongkok yakni dgn penguasaan atas selat Malaka
dan selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditi
seperti kamper kayu gaharu cengkeh pala kepulaga gading emas dan timah yg
membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yg melimpah ini
telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal di seluruh
Asia Tenggara.
Pengaruh Budaya dan Agama Islam
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya
India pertama oleh budaya Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha.
Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya
merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai
kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7
hingga abad ke-9. Sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa
Melayu dan kebudayaan Melayu di Nusantara.
Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yg termahsyur
sebagai bandar pusat perdagangan di Asia Tenggara sekaligus sebagai pusat
pembelajaran agama Budha juga ramai dikunjungi pendatang dari Timur Tengah dan
mulai dipengaruhi oleh pedagang dan ulama muslim. Sehingga beberapa kerajaan yg
semula merupakan bagian dari Sriwijaya kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal
kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak disaat melemah pengaruh Sriwijaya.
Pengaruh orang muslim Arab yg banyak berkunjung
di Sriwijaya raja Sriwijaya yg bernama Sri Indrawarman masuk Islam pada tahun
718. Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan sosial Sriwijaya adl masyarakat
sosial yg di dalam terdapat masyarakat Budha dan Muslim sekaligus. Tercatat
beberapa kali raja Sriwijaya berkirim surat ke khalifah Islam di Suriah. Bahkan
disalah satu naskah surat adl ditujukan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz
(717-720M) dgn permintaan agar khalifah sudi mengirimkan da’i ke istana
Sriwijaya.
Warisan Sejarah Kemaharajaan Sriwijaya
Berdasarkan Hikayat Melayu pendiri Kesultanan
Malaka mengaku sebagai pangeran Palembang keturunan keluarga bangsawan
Palembang dari trah Sriwijaya. Hal ini menunjukkan bahwa pada abad ke-15
keagungan gengsi dan prestise Sriwijaya tetap dihormati dan dijadikan sebagai
sumber legitimasi politik bagi penguasa di kawasan ini.
Nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan
sebagai nama jalan di berbagai kota dan nama ini telah melekat dgn kota
Palembang dan Sumatera Selatan.Universitas Sriwijaya yg didirikan tahun 1960 di
Palembang dinamakan berdasarkan kedatuan Sriwijaya. Demikian pulaKodam
Sriwijaya (unit komando militer) PT Pupuk Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di
Sumatera Selatan)Sriwijaya Post (Surat kabar harian di Palembang) Sriwijaya TV
Sriwijaya Air (maskapai penerbangan) Stadion Gelora Sriwijaya dan Sriwijaya
Football Club (Klab sepak bola Palembang) semua dinamakan demikian utk
menghormati memuliakan dan merayakan kegemilangan kemaharajaan Sriwijaya.
Di samping Majapahit kaum nasionalis Indonesia
juga mengagungkan Sriwijaya sebagai sumber kebanggaan dan bukti kejayaan masa
lampau Indonesia.Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi sumber kebanggaan
nasional dan identitas daerah khusus bagi penduduk kota Palembang provinsi
Sumatera Selatan dan segenap bangsa Melayu. Bagi penduduk Palembang keluhuran
Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya seperti lagu dan tarian
tradisional Gending Sriwijaya. Hal yg sama juga berlaku bagi masyarakat
Thailand Selatan yg menciptakan kembali tarian Sevichai (Sriwijaya) yg
berdasarkan pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari Makalah Kerajaan
Taruma Negara ini dapat di tarik kesimpulan bahwa, pengaruh kebudayaan India di
Indonesia tidak hanya menunjuk pada perkembangan ajaran Hindu – Budha, tetapi
juga pada aspek lain missal aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan lain
sebaginya.
Dalam proses akulturasi,
Indonesia sangat berperan aktif. Hal ini terlihat dari peninggalan –
peninggalan yang tidak sepenuhnya merupakan hasil jiplakan kebudayaan India
Meskipun corak dan sifat kebudayaan dipengaruhi
India. Namun dalam perkembangannya Indonesia mampu menghasilkan kebudayaan
kepribadian sendiri.
Dalam berita-berita dari Cina dari jaman
pemerintahan raja-raja t’ang (681-906) ada di sebut nama kerajaan Kalingga atau
Holing. Letaknya di Jawa Tengah. Tanahnya sangat kaya, dan disitu ada pula
sumber air asin. Rakyatnya hidup makmur dan tentram. Berita lain yang berasal
dari pendeta Buddha, I-tsing menyatakan bahwa dalam tahun 664 M telah datang
pendeta yang bernama Hwi-ning di Holing dan tinggal di sana selama tiga tahun.
Dengan bantuan pendeta Holing Jnanabhadra, ia menterjemahkan berbagai kitab
agama Buddha Hinayana.
Sejak tahun 674 kerajaan Kalingga di perintah
oleh seorang raja perempuan bernama Shima. Pemerintahannya sangat keras, tetapi
berdasarkan kejujuran mutlak. Tidak ada seorang pun yang berani melanggar hak
dan kewajiban masing-masing. Di ceritakan bahwa sang raja sengaja meletakkan
kantong berisi emas di tengah jalan, dan tak ada oranag yang mempunyai pikiran
untuk mengambilnya, sampai tiga tahun kemudian putra mahkota secara kebetulan
menyentuhnya dengan kakinya, dan ia mendapat hukuman dengan kakinya yang
dipotong.
Kekaisaran
Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I
Tsing, dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah
kepemimpinan Dapunta Hyang.
Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi
bagian kemaharajaan Sriwijaya.
Tidak
terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa
lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.
Belum
banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Kerajaan ini
menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim, namun kerajaan ini
tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia
Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi
untuk populasi Madagaskar sejauh
3.300 mil di barat.
Para
peneliti mengetahui adanya perlausan, raja-raja, masa kejayaan, masa
kemunduran, system pemerintahan, terbentuknya serta peningalan-peninggalan dari
berbagai prasasti dan candi – candi yang telah di bangun pada masa Kerajaan
Sriwijaya tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. R. Soekmono, (1973 edisi cetak ulang ke-5 1988). Pengantar Sejarah
Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 37.
Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago
and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet. hlm. pages 171.
ISBN
981-4155-67-5.
IPS Terpadu Kelas VII SMP/MTs, Penerbit Galaxy Puspa Mega:Tim IPS SMP/MTs.
Id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_kalingga
ml.scribd.com/doc/35279535/Kerajaan-Holing
Wikipedia, the
free encyclopedia, http://en.wikipedia.org
Sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-kalingga.html
Yopiariscagursejarah.blogspot.com/2011/...makalah-kerajaan-ho-ling.html
Munoz, Paul
Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the
Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet. ISBN 981-4155-67-5.
Muljana, Slamet (2006). F.W. Stapel. ed. Sriwijaya.
PT. LKiS Pelangi Aksara. ISBN 978-979-8451-62-1.
Taylor, Jean Gelman (2003).Indonesia:
Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. ISBN 0-300-10518-5.
Krom, N.J. (1938). "Het
Hindoe-tijdperk". di dalam F.W. Stapel.Geschiedenis van Nederlandsch
Indië. Amsterdam: N.V. U.M. Joost van den Vondel. hlm. vol. I p. 149.
Ahmad Rapanie, Cahyo Sulistianingsih, Ribuan
Nata, "Kerajaan Sriwijaya, Beberapa Situs dan Temuannya", Museum
Negeri Sumatera Selatan, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan.
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho
Notosusanto, (1992), Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuna, PT
Balai Pustaka, ISBN 979-407-408-X
Forgotten Kingdoms in Sumatra, Brill Archive
Rasul, Jainal D. (2003). Agonies and
Dreams: The Filipino Muslims and Other Minorities". Quezon City: CARE
Minorities. hlm. pages 77.
Sastri K. A. N., (1935). The Cholas.
University of Madras.
Kulke, H. (2009). Nagapattinam to
Suvarnadwipa: reflections on Chola naval expeditions to Southeast Asia.
Institute of Southeast Asian. ISBN 981-230-936-5.
No comments:
Post a Comment